Kenapa Universitas Jember Tidak Butuh BEM* | Mahasiswa Universitas Jember

Rabu, 18 Juli 2012

0 Kenapa Universitas Jember Tidak Butuh BEM*

Pilrek Universitas Jember (UJ) tahun ini diramaikan wacana pembentukan Badan Eksekutif Mahasiswa  Universitas (BEM U). Kali ini, wacana ini muncul dengan keramaian. Sasarannya jelas: para calon rektor, yang otomatis adalah rektor baru.
       Saya pikir momentum ini tepat. Karena terang saja, setiap calon rektor baru selalu menginginkan popularitas dan ‘suara’ mahasiswa. Dua hal yang akan menjadi basis legitimasi saat salah satu dari mereka, calon rektor tersebut, gunakan sewaktu menetapkan dan mengeksekusi kebijakan nantinya.
      Logikanya sederhana, setiap mekanisme politik pada level apapun, di wilayah manapun, selalu berlandasan pada komitmen (calon) pemimpin dan rakyatnya. Kalau disini, adalah rektor pada mahasiswa dan dosen. Karena dosen sudah ‘cukup’ terwakili lewat senat universitas, maka sekarang tinggallah merebut suara mahasiswa. Caranya, membuat kontrak dengan perwakilan’ mahasiswa. Siapa ‘perwakilan’ tersebut kalau bukan Unit Kegiatan Mahasiswa yang BEM Fakultas. Hasilnya kita sudah tahu beberapa saat lalu, adalah semacam MOU antara para calon rektor tersebut dengan BEM-BEM di tingkat fakultas, yang kebetulan juga telah memiliki sejenis aliansi. Kerja sama yang menguntungkan. Semua senang, semua dapat keuntungan.
         Saya berada dalam posisi kontra di isu pembentukan BEM U tersebut. Dan tulisan ini akan memuat argumentasi saya terkait alasan utama rekan-rekan yang tampaknya sangat berhasrat dalam membentuk BEM U. Yaitu belajar berorganisasi.

*****
         Saya agak geli ketika alasan tersebut diutarakan. Karena BEM menggunakan proses politik, apalagi kalau bukan politik perebutan kekuasaan, yang otomatis mencangkokkan ruh politik  pada organ ini. Politik semacam ini tentu saja terkait erat dengan distribusi kekuasaan. Siapa yang memimpin BEM U, dia dan golongannya akan mendapat serangkaian keuntungan dari jabatannya tersebut, dan pada titik tertentu dia akan mewakili suara ‘seluruh’ mahasiswa universitas ini. Ini demokrasi bukan?
        Tidak dapat disangkal, proses politik semacam itu juga selalu menghendaki pertarungan. Kita pasti langsung ngeh siapa saja yang punya keinginan bertarung dan berkuasa tersebut. Saya sendiri berasal dari jurusan Hubungan Internasional, tahun ajaran 2011/2012 ini adalah tahun kelima saya kuliah, dan sejak 4 tahun yang lalu saya adalah anggota tetap UKM Pers Mahasiswa. Dua hal tersebut, utamanya yang terakhir, membuat saya sedikit paham mengenai pemetaan politik di kampus yang kita cinta ini.
        Tak perlu jauh-jauh, setiap pemilu BEM di tingkat fakultas, seperti di Fakultas ISIP, Sastra, dan Ekonomi yang saya tahu sendiri selalu mempertarungkan dua kubu besar dan di tengahnya selalu ada suara ‘netral’. Dua kubu besar tersebut merepresentasikan kekuatan organisasi ekstra di dalam kampus masing-masing. Sedang yang saya sebut ‘netral’ adalah kekuatan mahasiswa yang tidak peduli dengan label ekstra.
        Kembali pada inti persoalan, pembentukan BEM U pasti tidak akan bisa jauh-jauh dari adu kuat organsasi politik ekstra. Saya tidak mau dan memang tidak berniat memojokkan rekan-rekan dari PMII, HMI, GMNI, KAMMI, dsb., tersebut. Karena memang di ajang adu kuat itulah satu-satunya arena unjuk gigi dan aktualisasi mereka di dalam kampus. Akan tetapi saya menyerukan pada rekan-rekan mahasiswa yang menjadi anggota organisasi ekstra tersebut agar sedikit lebih arif dalam memandang persoalan ini.
         Ingat, kita dibekali teori di masing-masing bidang keilmuan kita untuk memecahkan masalah yang muncul dari realitas sehingga realitas berikutnya lebih baik untuk orang yang lebih banyak. Dan realitas itu hadir di depan mata kita sehari-hari.  Jangan malah membikin masalah baru karena tingginya ego pribadi dan demi kepuasan nafsu berkuasa golongan lalu berperang satu sama lain.
             Meskipun sangat mendamba adanya BEM U, mungkin rekan-rekan telah sadar kalau BEM U sangat berpotensi dianggap musuh bersama serta menjadi arena tabrakan kepentingan baik secara internal maupun eksternal konteks BEM U tersebut. Horizontal dalam arti akan ada pembelahan dan tabrakan kekuatan dari masing-masing organisasi ekstra pada arena perebutan kekuasaan dan kepentingan. Sedang secara eksternal akan ada tabrakan kepentingan dari organ mahasiswa internal lain, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
         Apabila tidak diantisipasi dengan tepat, potensi kerusakan dari tabrakan-tabrakan ini akan sangat merugikan mahasiswa sendiri. Dan tentu saja akan ada pihak-pihak yang sangat senang dan mengambil keuntungan lewat hal tersebut. Pihak-pihak ini yang seharusnya menjadi ‘musuh’ bersama mahasiswa.

*****
             Musuh kita sejatinya adalah para dosen yang tidak paham materi dalam memberikan perkuliahan dan atau sering bolos karena berbagai alasan, serta yang sering merendahkan mahasiswa hanya karena mereka menganggap diri mereka lebih segala-galanya dibanding mahasiswa. Atau para birokrat kampus yang tidak memberikan pelayanan terbaik bagi mahasiswa padahal jelas-jelas mereka dibayar untuk itu.
            Juga pimpinan universitas yang hanya peduli pada peringkat yang dibuat oleh lembaga survei tertentu, bukan pada mahasiswanya sendiri. Pimpinan yang hanya punya pikiran mempercantik tampilan fisik kampus, membuat patung dan membangun ini-itu tanpa menguatkan aspek substansial dari institusi pendidikan itu sendiri yaitu intelektualitas dan pengabdian pada masyarakat.
          Di skala yang lebih berat, para mahasiswa harusnya mampu menjadi pembaca yang  lebih baik terhadap masalah-masalah di masyarakat luas ketimbang subyek-subyek lain. Bukan malah hanya peduli pada diri sendiri dan kelompok. Karena mahasiswa adalah subyek yang memiliki ‘kualitas’ dan ‘ruang’ tertentu yang tidak dimiliki subyek lain. Makanya dahulu mahasiswa pernah disebut agen perubahan. Sejarah sudah membuktikannya berulang-kali: tahun 1928, 1945, 1966, 1978, 1988, dan 1998.
          Sejatinya saya yakin bahwa kampus bukanlah arena pertarungan politik atau perebutan kekuasaan antar mahasiswa. Dua hal yang kemudian membuat organ-organ mahasiswa rutin berperang dan bermusuhan tiap tahun demi jabatan struktural semata lalu mengakar dan menyempitkan pandangan dunia masing-masing.
Terakhir, saya sekedar mengingatkan kampus bukan negara, selamanya akan begitu. Mahasiswa selalu menghormati rasionalitas dan hati nurani, bukan pertarungan dalam proses politik praktis yang disebut sebagai prosedural demokrasi. Dan kita mahasiswa adalah pelajar, umat ilmu pengetahuan, bukan politisi, umat kekuasaan.[].


0 komentar:

Posting Komentar

 

Mahasiswa Universitas Jember Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates