Ketika “Recht” Tak Lagi Digunakan | Mahasiswa Universitas Jember

Rabu, 08 Mei 2013

0 Ketika “Recht” Tak Lagi Digunakan


Image Repro Internet
Negara yang baik adalah jika penguasa atau pemimpinnya orang yang bijaksana, adil, berwibawa. Hal ini difungsikan agar ia bisa mengayomi dan membawa negara di bawah pimpinannya menuju negara yang maju dan rakyatnya pun menjadi makmur. Tetapi di jaman sekarang sangat sulit untuk mendapatkan seorang pemimpin yang diharapkan, oleh karena itu Montesqiue mengeluarkan teori politik negaranya yang berupa pembagian kekuasaan. Yaitu untuk mencapai negara yang baik, pemegang kekuasaan negara tersebut harus dibagi menjadi 3, yaitu lembaga eksekutif (yaitu orang-orang yang melaksanakan aturan hukum), lembaga legislatif (yaitu orang-orang yang menjadi perwakilan dari rakyat untuk membuat aturan hukum), dan yang terakhir adalah lembaga yudikatif (yaitu orang-orang yang ahli di bidang hukum sebagai kontrol dari penerapan hukum itu sendiri).
Indonesia adalah negara yang amat luas wilayahnya, dan penduduknya pun tergolong padat. Pembagian kekuasaan di Indonesia diterapkan dengan sangat baik, bahkan bermunculan lembaga-lembaga baru dan sistem pembagian kekuasaan yang semakin menunjang terciptanya suatu keadilan bagi setiap warga negaranya. Salah satunya adalah otonomi daerah, hal ini diperuntukan kepada tiap daerah agar mempunyai wewenang dalam mengatur dan menciptakan aturan hukum untuk diterapkan kepada warga yang ada di daerah tersebut.
Salah satunya adalah kabupaten jember yang mempunyai hak otonom atas daerahnya. Jember juga mempunyai wewenang membuat suatu peraturan daerah (perda) untuk diterapkan di daerahnya. Dalam pembuatan Perda ini memang tidak bisa asal, tetapi ada beberapa aspek yang harus diperhatikan sebelum membuat suatu peraturan. yaitu, dari aspek sosiologi atau kebiasaan masyarakat yang ada di daerah, aspek enomoni untuk menunjang APBD, dan beberapa aspek lain yang berpengaruh terhadap masyarakat ketika Perda tersebut berlakukan. Hubungan antara lembaga kekuasaan dalam pembuatan Perda disini juga harus saling berkesinambungan tentunya, hal ini demi terciptanya Perda yang baik dan dapat melindungi masyarakat daerah jember sendiri.
Hal ini akan menjadi suatu wacana belaka, dan hanya menjadi omong kosong ketika dalam praktiknya tidak seperti yang di harapkan. Kenapa demikian, ketika jember pada saat ini yang dihadapkan dengan pembuatan Perda tentang penertiban toko modern berjejaring menjadi suatu polemik besar bagi setiap kalangan masyarakat, dari badan legislatif, beberapa aktifis, serta para pedagang pasar tradisional yang mengharapkan kepastian agar perekonomian mereka tetap stabil.
Kinerja lembaga eksikutif yang dipandang lambat dan bertele-tele dalam memutuskan membuat para pedagang dan lembaga legislatif gerah. Hal ini disebabkan oleh perda yang seharusnya dapat melindungi para pedagang pasar tradisional tidak segera disahkan oleh pihak eksekutif, sehingga toko modern berjejaring di Jember semakin menjamur. Dan dampaknya pun mengacu kepada perekonomian para pedagang pasar tradisonal yang omzetnya semakin menurun tiap harinya.
Peran pemerintah daerah yang seharusnya dapat melihat keadaan yang ada di masyarakat mestinya dapat menanggulangi dengan menerapkan peraturan yang tepat. Tetapi disini masih menjadi sebuah misteri ketika lembaga legislatif membuat Perda dan pihak eksekutif tidak segera manandatangani Perda tersebut. berdasarkan alasan beberapa pasal yang cacat dan tidak sesuai dengan keinginan pihak eksekutif menjadi suatu kendala besar dalam proses pengesahannya. Tetapi disini menjadi hal yang aneh ketika keinginan pihak eksekutif untuk merubah beberapa isi pasal yang tidak sesuai dengan keinginannya tidak mempunyai dasar yang tepat. Lex superior derodrate degi inferiori merupakan asas hukum yang tak bisa di ganggu gugat oleh siapapun, yaitu sebuah aturan tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi (Perda tidak boleh bertentangan dengan UU). Dalam pembuatan Perda yang sudah disusun berdasarkan Undang-Undang yang berada diatasnya membuat Perda tersebut tidak bertentangan di tiap-tiap pasalnya, tetapi disini pihak eksekutif lebih berkehendak subyektif terhadap isi Perda tersebut.
Berbagai partisipasi dari para masyarakat, badan-badan legislatif, hingga para aktifis mahasiswa untuk mendorong pihak eksekutif agar segera mengesahkan Perda tersebut tidak menadapat hasil. Pengesahan Perda secara otomatis pun ketika pihak eksekutif tidak segera mengesahkan selama 30 hari juga tidak tampak hasilnya. Sehingga toko modern berjejaring ini masih dapat bebas untuk melebarkan sayapnya untuk menduduki tiap sudut jalan yang ada di Jember. Lantas bagaimana nasib para pedagang pasar tradisional di Jember? Masih tak ada yang dapat melindungi nasib mereka hingga saat ini.[]

0 komentar:

Posting Komentar

 

Mahasiswa Universitas Jember Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates