Agustus 2012 | Mahasiswa Universitas Jember

Rabu, 08 Agustus 2012

0 MENGENAL LEBIH DEKAT MAHASISWA

Image Repro Internet
Saya pikir kita sepakat bahwa perjalanan menuju perguruan tinggi (khususnya Perguruan Tinggi Negeri) terasa begitu melelahkan, menguras tenaga, waktu, dan tentunya mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Dari awal pendaftaran, tes, hingga kemudian pengumunan. Beberapa prosedur melelahkan untuk akhirnya bisa melihat namanya terselip dalam daftar yang dinyatakan lolos masuk perguruan tinggi. Walau ada yang sedikit kecewa ketika hasilnya bukan jatuh pada pilihan pertama, tapi pasti tetap ada sebuah euforia dalam hati karena sudah mejadi bagian dari pemenang kompetisi. Ya, ini bisa dikatakan sebuah kompetisi untuk mencari siapa yang pantas (pintar dan beruntung) untuk diterima. “Dalam sebuah kompetisi memang harus ada pemenang,” kurang lebih begitu kalimat yang sering diucapkan oleh salah satu juri Indonesian Idol. Jadi harus ada perasaan lapang dada karena bukan berarti yang tidak lolos tidak pantas, mungkin hanya belum beruntung atau belum saatnya.
Secara administratif mahasiswa bisa diartikan sebagai siswa yang dinyatakan lolos dan  memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Departemen Perguruan Tinggi (Dikti) atau perguruan tinggi tekait.*Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, mahasiswa merupakan seseorang yang belajar di perguruan tinggi. Tapi tentu tidak sesederhana itu untuk memaknai mahasiswa, karena lebih dari itu ada pengembangan-pengembangan yang harus dilakukan seorang mahasiswa dan tidak melakukan hal-hal yang bersifat administratif saja, yang mungkin kering akan nilai. Meskipun mahasiswa terikat oleh suatu definisi study, akan tetapi ada perluasan makna tentang eksistensi dan peran yang dimainkannya. Ada berbagai hal di luar dunia kuliah yang bisa merangsang seorang mahasiswa untuk bisa lebih bersikap dewasa, punya prinsip, dan tegas menentukan pilihan.
                Lantas seperti apa mahasiswa yang ideal? Mendapat predikat cum laude, lulus tepat waktu, punya banyak prestasi, aktif di dunia organisasi, atau begini begitu saja tanpa menghasilkan sesuatu yang berarti. Mungkin kebanyakan mahasiswa yang masuk perguruan tinggi mempersiapkan diri mencari pekerjaan nantinya setelah lulus, tanpa banyak berfikir bagaimana untuk berproses menjadi individu yang profesional. Sebuah pemikiran yang sedikit pragmatis memang. Namun akhirnya keinginan-keinginan itu bernrgosiasi dengan keadaan lingkungan yang mempengaruhinya. Jika keadaan lingkungan yang tidak kondusif mempunyai potensi tinggi untuk mengarahkan mahasiswa kepada hal-hal yang sia-sia atau melakukan sesuatu yang tidak menghasilkan apa-apa. Atau mungkin malah lebih banyak negatifnya. Itu artinya secara tidak sadar mahasiswa tersebut telah merencanakan untuk tidak sukses. Walapun hasil akhir bukan kita yang menentukan pastinya. Namun jika kita bisa memilih lingkungan yang tepat, tentu akan mengantarkan kita kepada hal-hal yang positif yang bisa menunjang prestasi kedepannya.
                Berbicara tentang proses, hingga akhirnya menentukan hasil akhir mahasiswa, tentu sangat bervariasi. Mari sedikit membincangkan gelar-gelar sosial yang bisa disandang seorang mahasiswa selama prosesnya. Gelar sosial yang tidak terikat yang berfungsi hanya sebagai pembeda antara satu dengan lainnya. Misal mahasiswa Kupu-kupu (Kuliah pulang-kuliah pulang), Kura-kura (Kuliah rapat-kuliah rapat), Kuda-kuda (Kuliah dagang-kuliah dagang), dan yang lainnya. Mahasiswa Kupu-kupu merupakan mahasiswa yang “katanya” kerjaannya kuliah saja dan tidak ada aktifitas yang lain. Fokus utamanya hanya kuliah dan kuliah, target utama adalah mengejar Indeks Prestasi (IP) setinggi-tingginya. Namun mahasiswa Kupu-kupu bisa punya arti lain, yaitu mahasiswa yang kerjaannya kuliah dan main-main saja, tidak ada tujuan khusus yang ingin dicapai. Menjalani hidup secara mengalir dan santai. Mahasiswa Kura-kura merupakan mahasiswa yang disamping kuliah juga aktif  berorganisasi. Bahkan ada sebagian yang lebih memprioritaskan aktifitas beroganisasi daripada mengejar ilmu di bangku kuliah. Bagi mereka belajar di bangku kuliah tak lebih penting dari ilmu-ilmu yang harus ditangkap di luar, lebih menantang, lebih seru, bermain akal, argumentasi, pengalaman, dan lain sebagainya. Tidak seperti di bangku kuliah yang hanya mendengarkan dosen bicara.
Dan berikutnya adalah mahasiswa kuda-kuda, merupakan mahasiswa yang nyambi bekerja. Namun biasanya mahasiswa yang sambil kerja, adalah mahasiswa yang telah kuliah beberapa tahun. Karena di tahun awal masih menyesuaikan diri dengan dunia barunya, dunia yang begitu berbeda dengan dunia sebelumnya, Sekolah Menengah Atas (SMA).

               Terlepas dari semua golongan itu, saya yakin semua mahasiswa pasti punya impian yang sama, yaitu bisa menyandang gelar sarjana. Sebagai bukti bahwa mereka telah menyelesaikan belajar di perguruan tinggi. Sebuah gelar kehormatan untuk  pelajar di level tertinggi. Namun yang jadi pertanyaan, apakah sarjana-sarjana itu sudah siap dengan dunia setelahnya? Ini kemudian yang menjadi keraguan bersama. Karena memang tidak semua mahasiswa yang menjalankan fungsi dan perannya sebagai seorang mahasiswa. Pilihan ada diawal, mau dibawa kemana dunia kemahasiswaannya. Harapan-harapan diawal sebaiknya ditata menjadi rencana kerja yang spesifik, agar nantinya tidak ada penyesalan di akhir cerita.[]

Oleh: Mahfudz Hasan


2 Kota Tembakau Terbentuk

Bagi mereka para calon mahasiswa baru yang belum pernah menginjakkan kakinya di jember, pasti akan bertanya-tanya dimana itu jember dan seperti apa kota tersebut. Jember yang berada di wilayah timur pulau jawa memliki lahan luas dan subur rehingga digunakan sebagai lahan perkebunan. Selain itu Jember identik dengan tembakau. Untuk itulah simbol kota jember berbentuk tembakau.
Tentu bukan tanpa alasan Jember dianggap sebagai kota tembakau. Simbol tembakau pada kota Jember mempunyai sejarah yang cukup panjang.
Sejarah bermula dari seorang putri yaitu Jembersari. Ia merupakan penganjur pembangunan pertanian dan pemukiman pertama daerah ini. Penduduk setempat pada waktu itu hanya menanam  tanaman pangan yang sesuai dengan kebutuhan. Masyarakat saat itu hanya mengetahui tanaman pangan padi dan jagung agar mereka tetap survive.
Saat pemerintahan Belanda datang ke wilayah Jember, mereka mengubah Jember menjadi daerah perkebunan. Sebab orang Belanda saat itu beranggapan bahwa tidak hanya tanaman pangan yang bisa mencukupi kebutuhan hidup. Penelitian tanah pun dilakukan dan dicoba untuk menanam tanaman yang bisa laku di pasarkan yaitu tanaman tembakau.
George Birnie adalah seorang pengusaha Belanda yang membuka perkebunan tembakau di Jember pada abad 19. Saat itu pula penduduk setempat di pekerjakan untuk mengelola perkebunan tersebut. Dengan peningkatan permintaan tembakau yang terus bertambah membuat Birnie kekurangan tenaga kerja. Untuk itu ia mendatangkan pekerja dari Madura dan Jawa.
Usaha Birnie semakin berkembang memberikan pengaruh terhadap infrastruktur di daerah Jember. Jember mulai bergerak menjadi menuju identitas baru dan menuju proses modernisasi. Perubahan ini ditunjukkan dengan terbentuknya pembangunan jalan, irigasi, jembatan, serta jalur kereta api. Jalur kereta api yang menghubungkan Jember – Panarukan dan Jember – Banyuwangi. Pada 13 Januari 1883, Jember memisahkan diri dari Bondowoso dan berdiri menjadi kabupaten baru. “sejak saat itulah Jember dikenal kota tembakau. Sehingga simbol-simbol di bagian kota terdapat gambar tembakau, ungkap pak Edy.”
Setelah tembakau berhasil dipasaran, tentunya Birnie ingin mencoba menanam tanaman perkebunan lain. Melihat lahan banyak yang kosong Tanaman perkebunan pun mencoba menanam tanaman peunungan seperti kopi, kakau, karet, dan tebu. Hasil tanaman tersebut juga laku di pasaran, namun tidak bisa mengalahkan hasil tanaman tembakau. Untuk itu kopi, kakau, karet, dan tebu menjadi tanaman sampingan. 
Perjuangan Binie tidak berhenti disitu saja, ia mendidrikan lembaga perkebunan yang dinamakan Besuki Sportosio yang meneliti kondisi tanah dan keadaan iklim di daerah Besuki. Hal ini dilakukan agar kualitas dan kuantitas tanaman perkebunan menjadi semakin membaik.
Dengan penghasilan daerah yang melimpah, kesejahteraan penduduk juga meningkat. Namun hal itu berbanding terbalik saat terjadi nasionalisasi. Penduduk pribumi yang tahu bahwa rakyat diperbudak untuk kesejahteraan Belanda membuat mereka memberontak.
Sampai sekarang pun dapat kita lihat, keadaan Jember yang awalnya perkebunan tembakau terbaik kini tinggal kenangan. Sebab, tembakau yang dihasilkan sekarang tidak sebaik tembakau dulu dengan kualitas dan kuantitasnya. Saat itulah Jember mempunyai sejarah perkebunan besar. Namun tetap saja sejarah berkata bahwa Jember terbentuk dan berkembang karena perkebunan tembakau.[]


 

Mahasiswa Universitas Jember Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates